Kata menjadi penghibur lidah yang kelu, menjadi benang pada jarum bernama bahasa, sebentuk aliran dari perasaan...

Rabu, 19 Mei 2010

Tarian di Penghujung Hari

Terduduk dalam kantuk, aku tengah menanti ujung hariku. Tempat ku mengarahkan kedua tanganku, membuka lembaran baru. Esok hari..
Saat dimana angan kembali bertualang. Mencari dan menanti, arti suatu hari. Kutemukan alunan lagu, miliknya. Senja jingga yang menawan itu. Bersama kantuk kuterbuai dalam alun. Dan malam ini, aku kembali mengenang seorang bak langit senja berwarna jingga...
Yang kukagumi, tapi tak kumengerti...
Yang membuaiku, tapi tak mampu kubuai...
Yang mampu membahagiakanku, tapi aku bukan bahagianya...
Ah, lagu itu begitu indah. Mengalun menemaniku berangan dan menyelam beribu makna. Bersama malam, dengan senyuman rembulan dan kerlingan bintang. Bak menari di tengah riuh tepukan langit malam,..

Belum, aku belum lelah. aku masih ingin menari melebur bersama harmoni ini. Sorakan jangkrik dan belaian angin malam. Aku masih ingin menari. Menari dan menari, bersama alunan langit senja di puncak malam...
Hingga lelah menyelimuti. Sampai kantuk merajai. Sampai lonceng pengakhiran terdentang...
Sampai aku menutup hari...
Sebelumnya, biarkan kumenari menikmati harmoni ini..
Menari seirama dengan melodi mengalun, sebagai penutup hariku..
Biarkan kukenang indah langit senja bersama tarian ini...



Sebelum kusudahi lagi, satu hari...

Tanpa Upaya

Lagi,, aku tersesat dalam derasnya arus air mata...
Aku berlari tiada nyali menjauhi realita..
Aku bagai pengemis yg meminta tanpa daya upaya..
Dan lidahku yang bodoh seakan berkata..
'biarlah aku dapatkan adanya tanpa daya upaya'
Dan detik pun berlalu siasia

Selasa, 18 Mei 2010

Lihatlah Dunia.. :)

Kutatap lekat sang naga, mengibaskan sayapnya yang perkasa, mendenguskan gumpalan asap panas dari hidungnya. Selalu. Selalu disana. Menjagaku. Ah, tidak. Mengurungku..

Kuberjalan melangkah keluar, satusatunya tempat aku bisa melihat bintang. Balkoni. Aku lebih beruntung dari putri berambut panjang yang dikurung di menara tinggi. Setidaknya, sang penyihir masih memberiku balkoni yang luas, tempatku memuja lautan bintang. Selain itu, naga selalu menatapku, mengusir lalatlalat kesepian dengan hembusan panas miliknya. Ya, aku lebih beruntung, mungkin..

Kuraba lembut sisi tepian balkoni. Sebuah batas. Ya, batas. karena ku tak pernah mampu melaluinya. Menara ini begitu tinggi. Terbentang di jurang tempat benua bercumbu mesra dengan samudra. Indah. Saat bintang yang kupuja tampak menyatu dengan samudra. Penyihir begitu baik memberiku pemandangan yang indah. Tidak seperti putri berambut panjang itu, yang dikurung di tengahtengah hutan temaram.

Seperti sebelumnya, kuisi kehampaan menatap gelap di depan, yang berhias kelip bintang pujaan, memantulkan kilaunya pada samudra, indah..

Di sini sepi begitu menghujam, sangat. Tapi lihatlah, ini bukan hampa tak berujung. Ada pesan samudra yang terbawa angin semilir. Ada bintang yang mengerlingkan kilaunya. Ada sang naga yang menghapus semua diam dengan kibasan dan dengusannya. Dan lihatlah, ombakpun ikut membisikkan katakata kedamaian. Bukankah ini indah?

Memang semua tampak begitu monoton. Tapi bukankah langit tak selalu melukiskan awan, bulan, dan bintang yang sama? Tapi bukankah laut selalu bergelora? Dan bukankah bintang itu tak pernah diam bercahaya tapi berkelip?

Saat kau merasa sepi dan hampa, perhatikanlah..
Tak akan ada hampa atau sepi, saat kau mau melihat dunia..
Dunia itu hidup dan bergerak, meski kau diam tak bernafas sekalipun..

Dan lihatlah dunia, saat kau merasa hampa. Maka dunia itu akan menerbangkan kehampaan itu dan menyelimutimu dengan keindahan dan kedamaian..
Lihatlah..
Dan rasakanlah keindahan itu... :)

Jiwa

Termangu sendiri beralas sepi
Merasuki lautan ketajaman jiwa
Yang terkadang terbang tinggi di sela awan
Seolah menikmati persembunyian putih
Menyapa riang surya tergantung
Dan menari bersama tenangnya kebahagiaan siang
Tapi terkadang meresap dalam gelap palung dunia
Tersembunyi dalam hitam kotor
Tiada senyum hanya hampa
Saat jiwa lari menjauhi cahaya
Saat jiwa pengecut terbiritbirit melihat sang surya
Saat jiwa nyaman bersama pekat malam laut dalam
JIWA
Tak pernah lelah berpetualang
Siang maupun malam
Tenang bahagia maupun gelap kematian..

Senin, 17 Mei 2010

Aku Sendiri

Senyum bukan satu topeng diri, bukan..
Inilah cerminan diri, aku..
Senyum dan ketenangan memang milikku yang terpantul di matamata mereka..
Sekali lagi, itu bukan topeng..
Tapi di mata mereka aku pun seakan kasat mata
Aku yang lainnya..
Aku bisa dengan bebas memantulkan bayang diriku di mata mereka
Diriku saat penuh ketenangan dan kebahagiaan
Tapi bagaimana dengan aku?
Aku yang mudah terpuruk
Aku yang mudah terluka
Aku yang berlinang air mata
Aku yang sesat dalam gelap
Ini pun aku, hanya aku yang lain..
Aku ingin ikut memantulkan kegelapan ini di mata mereka,,
Mengais pinta cahaya pada mereka...
Tapi, saat gelap ingin kupantulkan, senyum menjadi topeng,,,
Senyumku saat bercahaya..
Cahaya mengelilingiku, walau gelap dalam bersemayam pada pusat..
Tak ada yang tau
Tak mampu kupantulkan
Keterpurukan ini
Kesesatan ini
Kegelapan diriku yang terpendam
Tak ada yang tau,
Mereka tak tau..
Meski sang ibu sekalipun..
Dan aku berjuang sendiri
Dan tersesat sendiri
Melangkah gelap dengan berlinang air mata
Hanya sendiri..
Tak ada yang tau,,
Tidak ada...
Tidak..
Hanya aku sendiri...

Mati Saja

Aku mengaisngais tanah ketenangan
Mencaricari harta kebahagian
Kosong, hampa, tanpa apaapa
Panik berselubung diam..
Termangu menatap kedua tangan yang penuh tanah basah, kotor..
Tapi inilah tanah ketenangan
Dengan kasar ku usapusapkan tubuhku
Agar menyatu dan meresap pada ketenangan tanah
Perih, luka, kehampaan yg menyiksaku
Aku semakin panik
Kubenamkan kepalaku, kugesesekan wajahku pada tanah itu
Kenapa??
Kenapa kegalauan ini malah semakin menyiksa??
Wahai tanah ketenangan,,
Dimana ketenangan yang kau tawarkan???
Manaaa????
Aku lelah
Aku rapuh
Aku galau
Dan mulai menggila..
Akal itu pun mulai merasuk...
"MATI SAJA"
Karena sesat dalam tekanan ini
Bagai sebuah aroma kematian...

Jumat, 07 Mei 2010

Sadarlah

Rasa, adalah kamu
Jiwa, setengahnya kutawarkan padamu
Harapan, selalu tentang kamu
dan Esok, kutangguhkan untukmu
semua berakar padamu
tertanam dalam, entah berapa lama, entah berapa usaha
merengkuh erat pada jantung bumi, tak ingin pergi..
terpatri dan terpahat dalam anganku
saat tau dan sadar itu menjadi milikmu
bahwa,,,
Hingga saat ini,,
semua masih dirimu...
Sadarlah.. ****

Rabu, 05 Mei 2010

Aku dan Pangeran...

kuhisap dalam aroma pagi yang menggoda, kurasa damai menyusup relung jiwa...
kubuka mata menatap dunia, menenun langkah hari yang baru dibuka...

Aku pun berjalan menuju peraduan dunia, tempatku memenuhi dahaga. Dalam langkah pasti kurasa lezat menjilat tatap, saat pangeran berkuda hitam tampak berburu di seberang hutan. Aku berlalu melawan pesona riang pangerang yang mengusikku. Lalu,,

Dengusan keras menyembur lembut sebilah wajahku, kuangkat wajah ini, dan ah.. dengusan kuda hitam, dengan pangeran yang melambai menawarkan senyum di atasnya. Kubawa tawarannya, menggantinya dengan senyum sesaat yang dibalut derap kecilku untuk pergi. Ya, pergi.. Karena aku tak bisa mengambil lebih. Karena ku tak kuasa menangkap suara merdunya. aku belum siap, aku belum mampu.. Aku benar2 berlalu..

Kuteguk demi teguk buliran ilmu yang memenuhi dahaga. bersama riang celoteh para sahabat. Kembung mulai meraja, tapi ku tak rela. Dahagaku belum usai, kebutuhanku belum sampai. kuteguk lagi dan lagi. sampai perutku sakit.. Aku melemah.. Sampai kabar itu..

Seorang sahabat meneriakkan nama pangeran. Entah apa yang terjadi padaku, derap kaki, mata yang siaga, bersama satu rasa. Rindu.. Aku merindukan pangeran berkuda hitam itu, yang tak disangka menawarkan lambaian senyum di permulaan hariku, tadi. Aku berlari dan terhenti. Menatap sang pangeran yang tengah berdiri membelai sang kuda hitam. Ah, indahnya.. Aku ingin berada di atas kuda itu, bersamanya.. Anganku melayang, sampai aku bersuara..

"Pangerang sedang apa?" ah, aku terkejut pada kekuatanku.. kata demi kata kami alunkan bersama, perlahan, dengan detak jantungku yang menderu.. Ah, aku berani bersumpah aku sempat tak bernafas, saat melihat tawa lebarnya, senyum tulus yang memancarkan kegelian itu.. Aku merindukannya, sangat..

Tiupan terompet kerajaan dikumandangkan, sang prajurit sedang mencari pangeran.. Aku mendengar derap langkah mereka, menuju kami. Dan kulihat pangeran kembali menampakkan wajah bijaksanany.. ya, ini saatnya bagiku untuk pergi.. Aku berlalu, dimana seharusnya aku berada.. Menyesap butiran ilmu, menghapus dahaga yang masih harus dibenahi.. Perlahan, aku melangkah meninggalkan pangeran...

Waktu berjalan tanpa kompromi. bersama teguk, anganku menerawang, pada wajah itu, pada tawa itu, pangeran.. Kulihat mentari yang mulai condong ke barat.. Saatnya kembali ke peraduan.. Aku melangkah menuju tempat penghilang lelah..Kutatap istana yang menjulang, masih dapat kulihat pangeran disana. di atas kuda hitamnya, bersama para prajuritnya.. Ingin ku melambai padanya, tapi pangeran sedang berdiskusi serius dengan para prajurit.. Dan lagi, aku harus berlalu..

Di desa, kurebahkan tubuh dalam gubuk kecilku yang nyaman. Masih kusesap tetes demi tetes ilmu, memenuhi akhir dahagaku. Merasa bosan, aku berjalan keluar, hendak menikmati pemandangan bintang yang menggantung di lukisan Tuhan dalam langit desaku.. Saat ku menari bersama bintang, kumelihatnya. Pangeran.. Berjalan tanpa kuda hitam, bersama beberapa penduduk desa, tertawa.. Indahnya..

Kuberanikan diri melangkah, menyapanya.. Ah,, dia tersenyum. tapi Pangeran tetap melangkah, bersama penduduk desa. aku ingin menemaninya, terus, sampai pagi menjelang.. Tapi tubuh ini sudah lelah.. Sudah waktunya kututup hari.. Sudah saatnya  kubekukan diri, sebelum memerangi esok yang penuh perjuangan..

Kuputuskan untuk meninggalkannya.. Dia, Pangeran, yang ternyata tidak menyadari aku yang terhenti. Tidak mempedulikan sapaanku yang mengambang.. hanya membalas sekenanya..
Ah ya, aku tau..

Dia adalah panngeran, dan aku rakyat jelata.. Mataku terbuka di ujung hariku..
Dan aku pun menutup hariku, malam ini..